Sabtu, 26 April 2014

Laporan Pengenalan dan Penggunaan Mikroskop


HALAMAN PENGESAHAN
       Laporan Lengkap Praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengenalan dan Penggunaan Mikroskop” yang disusun oleh
       Nama                   : Karimatunnisa
       NIM                     : 1312040011
       Kelas/Kelompok  : Pendidikan Fisika/III
       Jurusan                 : Fisika
       Telah diperiksa dan koreksi oleh asisten/kordinator asisten, maka dinyatakan diterima
                                                                                    Makassar,    November 2013
       Kordinator asisten,                                                                 Asisten,




 Adi Putra Rahman                                                             Nurun Nahri
        NIM: 091414021                                                            NIM: 1114040057
                                            
Mengetahui,
                                                   Dosen penanggung jawab,



Sitti Saenab, S.Pd M.Pd
                                              NIP:19810302 200912 2 003                          


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
       Makhluk hidup merupakan suatu komponen yang menetap pada lingkungan hidup abiotik. Dan dilingkungan ini makhluk hidup melakukan aktivitas. Terkadang aktivitas yang dilakukan oleh makhluk hidup selain di pengaruhi oleh kerja dan mekanisme di dalam tubuh untuk menbuat energy yang mana energy itu yang dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan aktivitas dan juga pngaruh dari luar yang dapat mempengaruh aktivitas makhluk hidup itu sendiri.
                  Aktivitas makhluk hidup di pengaruhi oleh kondisi lingkungannya, entah itu cuaca, angin, dan suhu. Salah satu perubahan komponen lingkungan abiotik dalam sehari-hari adalah perubahan temperature atau suhu yang ada pada lingkungan hidup. Dimana pada kondisi ini aktivitas komponen biotic akan mengalami perubahan juga.
Aktivitas makhluk hidup di pengaruhi oleh suhu dimana contoh kecilnya saja. Ketika suhu di alam lingkungan dalam suhu normal manusia akan lebih nyaman beraktivitas, sedangkan pada suhu lingkungan panas manusia akan lebih cepat lelah karena adanya pertambahan suhu yang membuat manusia membutuhkan banyak energy untuk melakukan aktivitas. Sedangkan jika lingkugan berada pada suhu rendah kebanyakan manusia, malas untuk beraktivitas, ini membuktikan bahwa suhu yang ada dilingkungan abiotik mempengaruhi aktivitas makhluk hidup.
Tidak hanya manusia yang mengalami hal demikian begitupun dengan makhluk hidup yang lainnya. Untuk hewan yang berada pada ekosistem perairan, suhu juga dapat mempengaruhi aktivitas di dalamnya. Karena adanya perubahan suhu maka aktivitas organisme di dalam periran juga akan terganggu. Sehingga dibutuhkan percobaan yang dapat membuktikan apakah perubahan suhu mempengaruhi aktivitas dari organism itu sendiri. Intinya keingintahuan untuk membuktikan bahwa suhu mempengaruhi aktivitas organism pada ekosistem perairan merupakan alasan untuk melakukan percobaan ini.
B.     Tujuan
       Tujuan dilaksanakan praktikum ini yaitu mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda
C.    Manfaat
Mahasiswa dapat membandingkan aktivitas organisme yang membutuhkan oksigen dan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
       Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengukur aktivitas biologis organism,  baik  hewan   maupun  tumbuhan. Ini terutama disebabkan  karena  suhu  mempengaruhi  kecepatan  reaksi  kimiawi  dalam tubuh dan  sekaligus  menentukan  kegiatan  metabolic,  misalnya dalam hal  respirasi( Tim Penyusun, 2013 ).
Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu.  Permukaan  air  peka  terhadap  perubahan  suhu,  perubahan  suhu  dipengaruhi  oleh  letak  geografisnya,   ketinggian  tempat,   lama   paparan   terhadap   matahari   dan   kedalaman  badan  air (Arthama, 2005).
        Suhu merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya  menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran kativitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -70º C - 85ºC. secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 0ºC - 40ºC. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit. Beberapa hewan dapat berthan hidup tetapi tidak aktif di bawah 0ºC, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin. Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 50ºC, dan sedikit bakteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 70ºC. batas-batas untuk reproduksi lebih sempit daripada suhu hewan dewasa bertahan hidup, tetapi embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap rentangan suhu yang lebih besar daripada yang dewasa (Soewolo, 2003)
       Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses fisiologi. Dalam batas-batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkunagan. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang diisebabkan oleh peningkatan suhu 10C. secara umum,peningkatan suhu tubueh hewan 10C, menyebabkan kecepatan konsumsi oksigen antara harga satu dan dua, dan  menjadi  setengahnya. Bila kecepatannya dua kali, maka Q10 = 2, bila kecepatannya  tiga  kali,  maka  Q10 = 3 dan  seterusnya. Istilah  ini  bukan  hanya  untuk   konsumsi  oksigen   saja,  tetapi  untuk  semua  proses  yang  dipengaruhi  oleh suhu (Soewolo, 2003).
         Diperairan tropis perbedaan atau variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar; suhu permukaan laut nusantara berkisar antara 27oC dan 32oC. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi diperairan tropis berada dekat ambang batas penyebab kematian biota laut. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut (Kholik, 2000).
       Temperatur air yang lebih hangat menyebabkan organisme perairan mengalami peningkatan laju respirasi dan peningkatan konsumsi oksigen serta lebih mudah terkena penyakit, parasit dan bahan kimia beracun (Haryono,2011).
       Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal hewan. Sebagai contoh, laju respirasi selluler meningkat seiring peningkatan suhu sampai titik tertentu dan kemudian menurung saat suhu itu mulai cukup tinggi sehingga mulai mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah seiring dengan perubahan suhu. Meskipun spesies hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan memunyai kisaran suhu yang optimum. Di dalam kisaran tersebut, banyak hewan mempertahankan suhu internal yang meskipun suhu eksternalnya berflukturasi. Termoregulasi merupakan pemeliharaan suhu tubuh di dalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Untuk memahami permasalahan itu dan mekanisme pengaturan suhu, pertama-tama kita perlu membahas pertukaran panas antara organisme dan lingkungannya (Campbell, 2004).
Menurut Suntaro (2001), adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur lingkungan meliputi tiga hal:
1.          adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur rendah.
2.         adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tinggi.
3.         adaptasi untuk mengetahui perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur lingkungan.
Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan, hewan di kelompokkan menjadi hewan homoeterm dan hewan poikiloterm. Hewan homoeterm dapat mempertahankan temperature tubuh meskipun temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat homoetermik adalah mamalia dan burung. Hewan poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah-ubah jika temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperatur tubuh ikan sama dengan temperatur air dimana ikan itu berenang, dan temperatur tubuh cacing tanah sama dengan temperatur di dalam tanah (Suntaro, 2002).
      Menurut Arthama (2005) kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:
1.        Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
2.        Kecepatan reaksi kimia meningkat
3.        Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
4.        Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.Penelitihan oleh Kuz’mina et al. menunjukkan bahwa suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan. Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi dijumpai pada musim gugur (Arthama,2005).




















BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan tempat
Hari/tanggal    : Senin, 06 Januari 2013   
Waktu             : 14.00 – 15.50 WITA
Tempat            : Green House Biologi, FMIFA UNM
B.     Alat dan bahan
1.      Alat
a.       Thermometer
b.      Stopwatch
c.       Toples
2.      Bahan
a.       Ikan mas koki 2 ekor
b.      Es batu
c.       Air kran
d.      Air panas
C.    Prosedur kerja
1.      Mengambil air kran dengan toples, kemudian mengambil ikan mas koki, yang telah di aklimatisasi terlebih dahulu dengan air kran.
2.      Menghitung berapa kali operculum pada ikan buka tutup selama 1 menit hingga menit ke  lima pada air kran
3.      Setelah itu membuang air kran dan mengambil air kran ulang dan memasukkan es batu
4.      Mengukur suhu pada air yang telah diberikan es batu, selanjutnya mengambil kembali ikan mas koki. Dan lakukan kegiatan 2
5.      Setelah itu buang airnya dang anti dengan air yang sudah dipanaskan. Dan ukur suhunya. Kemudian lakukan kegiatan 2.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Data frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki pada suhu air yang berbeda.
Toples

           Suhu awal air
Ikan ke…
Waktu(menit ke…………………….)
rerata
1
2
3
4
5
A/ suhu normal
I
30
32
17
20
17
23,2
A/ 20ᵒC
I
52
27
15
26
13
26,6
A/
II
50
80
82
113
88
82,6






Rerata total
44,13

B.     Analisis data
Untuk suhu normal
 
            Untuk suhu 20ᵒC
 
Untuk suhu
 


C.    Pembahasan
       Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dimana pada suhu normal air pada toples ikan melakukan frekuensi gerakan operculum dari menit pertama sampai menit kelima secara berturut-turut adalah 30,32,17,20,17.  Sehingga rata-rata frekuensi gerakan operculum ikan mas koki pada air kran adalah 23,2 kali/ menit. Pada keadaan ini ikan melakukan aktivitas yang baik dilihat dari gerakan per menitnya dimana pada awalnya gerakannya besar kemudian mulai menyesuaikan dengan gerakan yang sama per menit,
Sedangkan untuk frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu 20ᵒC dari hasil pengamatan dari menit 1 samapai menit 5 secara berturut turut adalah 52, 27,15,26,13. Sehingga rata-rata frekuensi yang di dapat adalah 26,6 kali/menit. Ini tidak sesuai dengan teori yang beranggapan bahwa frekuensi gerakan operculum pada ikan akan berkurang pada suhu yang rendah. hal ini disebabkan karena ikan koki mas tidak diaklimatisasi pada saat percobaan sehingga ikan tidak sempat disesuaikan dengan lingkungannya pada saat di hitung, sehingga hasil perhitungannya sedemikian,dan itu juga merupakan kesalahan perhitungan yang kelompok kami lakukan.
Untuk frekuensi gerakan ikan mas koki pada suhu, ikan mas koki melakukan frekuensi gerakan operculum dari menit 1 sampai menit 5 secara berturut turut adalah 50,80,82,133,88,82, dimana frekuensi gerakan operculum rata-ratanya adalah 82,6 kali/ menit. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa ikan akan melakukan aktifitas yang lebih banyak ketika berada pada suhu panas karena ikan berusaha merespon suhu yang membutuhkan banyak energy, sehingga membutuhkan banyak oksigen.




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
       Suhu saat berpengaruh tehadap aktivitas yang di lakukan oleh organism, dimana pada suhu yang normal organism akan melakukan aktivitas yang baik, sedangkan pada suhu yang rendah aktivitas organism akan berkurang. Dibandingkan ketika suhu yang tinggi membuat oraganisme melakukan aktivitas yang melelahkan.
B.     Saran
1.      Untuk praktikan
Dalam melakukan sebuah praktikum sangatlah butuh kerjasama kelompok, sehingga praktikum berjalan dengan lanjar. Preparat yang dibuat harus tipis, sehingga struktur yang ingi diamati terlihat sesuai dengan gambar pembanding
2.      Untuk asisten
Dalam melakukan praktikum terkadang praktikan, kesusahan dalam mendapatkan cahaya, sehingga diharapkan asisten juga ikut membantu.
3.      Untuk laboratorium
Ketika melakukan praktikumnya, seharusnya tempat yang digunakan untuk praktimum bersih.






DAFTAR PUSTAKA

Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta.
Campbell, Neil A dkk. 2004Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Haryono,dkk. 2011. Analisis Sebaran Temperature Dan Salinitas Air.core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11702201.pdf. diakses pada tanggal 7 JAnuari 2014
Kholik, dkk . 2000. Kamus Biologi Praktis. CV Nurul Umu: Jakarta
Soewolo dkk. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Suntoro, dkk. 2001. Anatomi dan Fisiologi Hewan. Jakarta : Universitas Terbuka
Tim Penyusun. 2013Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Universitas Negeri Makassar











LAMPIRAN

Pertanyaan
1.      Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu air yang berbeda?
2.      Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculumtertinggi?
3.      Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculumterendah?
4.      Mengapaterjadi perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup)operculum ikan berdasarkan suhu air?

Jawaban
1.    Aktivitas ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu di sekitar ikan tinggi, tubuh ikan akan beraktivitas lebih cepat dibanding biasanya sehingga ikan memerlukan oksigen yang lebih banyak. Hal inilah yang membuat gerakan operculum pada ikan menjadi sangat cepat. Begitu pula sebaliknya.
2.    Frekuensi gerakan (buku tutup) operculum tertinggi terjadi pada suhu 40oC.
3.    Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum terendah terjadi pada suhu 15oC.
4.    Aktivitas ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu di sekitar ikan tinggi, tubuh ikan akan beraktivitas lebih cepat dibanding biasanya sehingga ikan memerlukan oksigen yang lebih banyak. Hal inilah yang membuat gerakan operculum pada ikan menjadi sangat cepat. Begitu pula sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar