HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan Lengkap Praktikum Biologi Dasar
dengan judul “Pengenalan dan Penggunaan
Mikroskop” yang disusun oleh
Nama : Karimatunnisa
NIM :
1312040011
Kelas/Kelompok : Pendidikan
Fisika/III
Jurusan : Fisika
Telah diperiksa dan koreksi oleh asisten/kordinator asisten, maka
dinyatakan diterima
Makassar, November 2013
Kordinator asisten, Asisten,
Adi Putra Rahman Nurun
Nahri
NIM: 091414021 NIM: 1114040057
Mengetahui,
Dosen penanggung jawab,
Sitti Saenab, S.Pd M.Pd
NIP:19810302 200912 2
003
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Makhluk hidup merupakan suatu komponen
yang menetap pada lingkungan hidup abiotik. Dan dilingkungan ini makhluk hidup
melakukan aktivitas. Terkadang aktivitas yang dilakukan oleh makhluk hidup
selain di pengaruhi oleh kerja dan mekanisme di dalam tubuh untuk menbuat
energy yang mana energy itu yang dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan
aktivitas dan juga pngaruh dari luar yang dapat mempengaruh aktivitas makhluk
hidup itu sendiri.
Aktivitas
makhluk hidup di pengaruhi oleh kondisi lingkungannya, entah itu cuaca, angin,
dan suhu. Salah satu perubahan komponen lingkungan abiotik dalam sehari-hari
adalah perubahan temperature atau suhu yang ada pada lingkungan hidup. Dimana
pada kondisi ini aktivitas komponen biotic akan mengalami perubahan juga.
Aktivitas
makhluk hidup di pengaruhi oleh suhu dimana contoh kecilnya saja. Ketika suhu
di alam lingkungan dalam suhu normal manusia akan lebih nyaman beraktivitas,
sedangkan pada suhu lingkungan panas manusia akan lebih cepat lelah karena
adanya pertambahan suhu yang membuat manusia membutuhkan banyak energy untuk
melakukan aktivitas. Sedangkan jika lingkugan berada pada suhu rendah
kebanyakan manusia, malas untuk beraktivitas, ini membuktikan bahwa suhu yang
ada dilingkungan abiotik mempengaruhi aktivitas makhluk hidup.
Tidak
hanya manusia yang mengalami hal demikian begitupun dengan makhluk hidup yang
lainnya. Untuk hewan yang berada pada ekosistem perairan, suhu juga dapat
mempengaruhi aktivitas di dalamnya. Karena adanya perubahan suhu maka aktivitas
organisme di dalam periran juga akan terganggu. Sehingga dibutuhkan percobaan
yang dapat membuktikan apakah perubahan suhu mempengaruhi aktivitas dari
organism itu sendiri. Intinya keingintahuan untuk membuktikan bahwa suhu
mempengaruhi aktivitas organism pada ekosistem perairan merupakan alasan untuk
melakukan percobaan ini.
B.
Tujuan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini yaitu
mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu
yang berbeda
C.
Manfaat
Mahasiswa dapat
membandingkan aktivitas organisme yang membutuhkan oksigen dan kecepatan
penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Suhu merupakan salah satu faktor
fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu
tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengukur aktivitas biologis
organism, baik hewan
maupun tumbuhan. Ini terutama
disebabkan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus
menentukan kegiatan metabolic,
misalnya dalam hal respirasi( Tim
Penyusun, 2013 ).
Salah satu faktor fisik
lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan
air peka terhadap
perubahan suhu, perubahan
suhu dipengaruhi oleh letak
geografisnya, ketinggian
tempat, lama paparan
terhadap matahari dan kedalaman badan air
(Arthama, 2005).
Suhu merupakan salah satu faktor
pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas
hewan. Rentangan suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan
rentangan penyebaran kativitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -70º C
- 85ºC. secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 0ºC -
40ºC. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit. Beberapa
hewan dapat berthan hidup tetapi tidak aktif di bawah 0ºC, dan beberapa tahan
terhadap suhu sangat dingin. Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu
50ºC, dan sedikit bakteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu
70ºC. batas-batas untuk reproduksi lebih sempit daripada suhu hewan dewasa
bertahan hidup, tetapi embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap
rentangan suhu yang lebih besar daripada yang dewasa (Soewolo, 2003)
Perubahan suhu memiliki pengaruh
besar terhadap berbagai proses fisiologi. Dalam batas-batas tertentu,
peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologi. Misalnya, pengaruh
suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan
konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkunagan. Suatu
metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah
perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang diisebabkan
oleh peningkatan suhu 10o C. secara umum,peningkatan suhu
tubueh hewan 10o C, menyebabkan kecepatan konsumsi oksigen
antara harga satu dan dua, dan menjadi setengahnya. Bila kecepatannya dua kali, maka
Q10 = 2, bila kecepatannya tiga kali, maka Q10 =
3 dan seterusnya. Istilah ini bukan
hanya untuk konsumsi
oksigen saja, tetapi untuk semua
proses yang dipengaruhi oleh suhu (Soewolo, 2003).
Diperairan tropis perbedaan atau variasi suhu air laut sepanjang tahun
tidak besar; suhu permukaan laut nusantara berkisar antara 27oC dan 32oC.
Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan
Indonesia. Suhu alami tertinggi diperairan tropis berada dekat ambang batas
penyebab kematian biota laut. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang kecil saja
dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis
biota laut (Kholik, 2000).
Temperatur air yang lebih hangat menyebabkan organisme perairan mengalami
peningkatan laju respirasi dan peningkatan konsumsi oksigen serta lebih mudah
terkena penyakit, parasit dan bahan kimia beracun (Haryono,2011).
Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu
lingkungan internal hewan. Sebagai contoh, laju respirasi selluler meningkat
seiring peningkatan suhu sampai titik tertentu dan kemudian menurung saat suhu
itu mulai cukup tinggi sehingga mulai mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran
juga berubah seiring dengan perubahan suhu. Meskipun spesies hewan yang berbeda
telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan
memunyai kisaran suhu yang optimum. Di dalam kisaran tersebut, banyak hewan
mempertahankan suhu internal yang meskipun suhu eksternalnya berflukturasi.
Termoregulasi merupakan pemeliharaan suhu tubuh di dalam suatu kisaran yang
membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Untuk memahami permasalahan itu
dan mekanisme pengaturan suhu, pertama-tama kita perlu membahas pertukaran
panas antara organisme dan lingkungannya (Campbell, 2004).
Menurut Suntaro (2001),
adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur lingkungan meliputi tiga hal:
1.
adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur
rendah.
2.
adaptasi untuk hidup pada lingkungan
bertemperatur tinggi.
3.
adaptasi untuk mengetahui perubahan
temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur lingkungan.
Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur
lingkungan, hewan di kelompokkan menjadi hewan homoeterm dan hewan poikiloterm.
Hewan homoeterm dapat mempertahankan temperature tubuh meskipun temperatur
lingkungan berubah. Hewan yang bersifat homoetermik adalah mamalia dan burung.
Hewan poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah-ubah jika
temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah
reptile, amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperatur
tubuh ikan sama dengan temperatur air dimana ikan itu berenang, dan temperatur
tubuh cacing tanah sama dengan temperatur di dalam tanah (Suntaro, 2002).
Menurut
Arthama (2005) kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai
berikut:
1.
Jumlah oksigen terlarut di dalam air
menurun.
2.
Kecepatan reaksi kimia meningkat
3.
Kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu.
4.
Jika batas suhu yang mematikan
terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu
dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur,
konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stres
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah,
kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen
lebih tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa
penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan
pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.Penelitihan oleh Kuz’mina et al.
menunjukkan bahwa suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme
dan proses-proses biologis ikan. Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan
karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas protease tertinggi
dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi dijumpai pada
musim gugur (Arthama,2005).
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu dan tempat
Hari/tanggal : Senin, 06 Januari 2013
Waktu : 14.00 – 15.50 WITA
Tempat
: Green House Biologi, FMIFA
UNM
B.
Alat
dan bahan
1. Alat
a. Thermometer
b. Stopwatch
c. Toples
2. Bahan
a. Ikan
mas koki 2 ekor
b. Es
batu
c. Air
kran
d. Air
panas
C.
Prosedur
kerja
1.
Mengambil air
kran dengan toples, kemudian mengambil ikan mas koki, yang telah di
aklimatisasi terlebih dahulu dengan air kran.
2.
Menghitung
berapa kali operculum pada ikan buka tutup selama 1 menit hingga menit ke lima pada air kran
3.
Setelah itu
membuang air kran dan mengambil air kran ulang dan memasukkan es batu
4.
Mengukur suhu
pada air yang telah diberikan es batu, selanjutnya mengambil kembali ikan mas
koki. Dan lakukan kegiatan 2
5.
Setelah itu
buang airnya dang anti dengan air yang sudah dipanaskan. Dan ukur suhunya.
Kemudian lakukan kegiatan 2.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Data frekuensi gerakan (buka tutup)
operculum ikan mas koki pada suhu air yang berbeda.
Toples
Suhu awal air
|
Ikan ke…
|
Waktu(menit ke…………………….)
|
rerata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A/ suhu normal
|
I
|
30
|
32
|
17
|
20
|
17
|
23,2
|
A/ 20ᵒC
|
I
|
52
|
27
|
15
|
26
|
13
|
26,6
|
A/
|
II
|
50
|
80
|
82
|
113
|
88
|
82,6
|
|
|
|
|
|
|
Rerata total
|
44,13
|
B.
Analisis
data
Untuk suhu normal

Untuk suhu 20ᵒC

Untuk suhu

C.
Pembahasan
Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan dimana pada suhu normal air pada toples ikan melakukan frekuensi
gerakan operculum dari menit pertama sampai menit kelima secara berturut-turut
adalah 30,32,17,20,17. Sehingga
rata-rata frekuensi gerakan operculum ikan mas koki pada air kran adalah 23,2
kali/ menit. Pada keadaan ini ikan melakukan aktivitas yang baik dilihat dari
gerakan per menitnya dimana pada awalnya gerakannya besar kemudian mulai
menyesuaikan dengan gerakan yang sama per menit,
Sedangkan
untuk frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu 20ᵒC dari hasil pengamatan
dari menit 1 samapai menit 5 secara berturut turut adalah 52, 27,15,26,13.
Sehingga rata-rata frekuensi yang di dapat adalah 26,6 kali/menit. Ini tidak
sesuai dengan teori yang beranggapan bahwa frekuensi gerakan operculum pada
ikan akan berkurang pada suhu yang rendah. hal ini disebabkan karena ikan koki
mas tidak diaklimatisasi pada saat percobaan sehingga ikan tidak sempat
disesuaikan dengan lingkungannya pada saat di hitung, sehingga hasil
perhitungannya sedemikian,dan itu juga merupakan kesalahan perhitungan yang
kelompok kami lakukan.
Untuk
frekuensi gerakan ikan mas koki pada suhu, ikan mas koki melakukan frekuensi
gerakan operculum dari menit 1 sampai menit 5 secara berturut turut adalah
50,80,82,133,88,82, dimana frekuensi gerakan operculum rata-ratanya adalah 82,6
kali/ menit. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa ikan akan melakukan
aktifitas yang lebih banyak ketika berada pada suhu panas karena ikan berusaha
merespon suhu yang membutuhkan banyak energy, sehingga membutuhkan banyak
oksigen.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suhu saat berpengaruh tehadap aktivitas
yang di lakukan oleh organism, dimana pada suhu yang normal organism akan
melakukan aktivitas yang baik, sedangkan pada suhu yang rendah aktivitas
organism akan berkurang. Dibandingkan ketika suhu yang tinggi membuat
oraganisme melakukan aktivitas yang melelahkan.
B.
Saran
1. Untuk
praktikan
Dalam
melakukan sebuah praktikum sangatlah butuh kerjasama kelompok, sehingga
praktikum berjalan dengan lanjar. Preparat yang dibuat harus tipis, sehingga
struktur yang ingi diamati terlihat sesuai dengan gambar pembanding
2. Untuk
asisten
Dalam
melakukan praktikum terkadang praktikan, kesusahan dalam mendapatkan cahaya,
sehingga diharapkan asisten juga ikut membantu.
3. Untuk
laboratorium
Ketika
melakukan praktikumnya, seharusnya tempat yang digunakan untuk praktimum
bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Arthama Wayan. 2005. Patologi
Ikan Toloestei. Yogjakarta.
Campbell, Neil A dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Haryono,dkk.
2011. Analisis Sebaran Temperature Dan
Salinitas Air.core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11702201.pdf. diakses
pada tanggal 7 JAnuari 2014
Kholik, dkk . 2000. Kamus Biologi Praktis. CV Nurul Umu: Jakarta
Soewolo
dkk. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia
Suntoro,
dkk. 2001. Anatomi dan Fisiologi
Hewan. Jakarta : Universitas Terbuka
Tim
Penyusun. 2013. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Universitas
Negeri Makassar
LAMPIRAN
Pertanyaan
1. Mengapa
terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu air yang
berbeda?
2. Pada
suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculumtertinggi?
3. Pada
suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculumterendah?
4. Mengapaterjadi
perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup)operculum ikan berdasarkan suhu
air?
Jawaban
1. Aktivitas
ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu di sekitar ikan tinggi, tubuh ikan
akan beraktivitas lebih cepat dibanding biasanya sehingga ikan memerlukan
oksigen yang lebih banyak. Hal inilah yang membuat gerakan operculum pada ikan
menjadi sangat cepat. Begitu pula sebaliknya.
2. Frekuensi
gerakan (buku tutup) operculum tertinggi terjadi pada suhu 40oC.
3. Frekuensi
gerakan (buka tutup) operculum terendah terjadi pada suhu 15oC.
4. Aktivitas
ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu di sekitar ikan tinggi, tubuh ikan
akan beraktivitas lebih cepat dibanding biasanya sehingga ikan memerlukan
oksigen yang lebih banyak. Hal inilah yang membuat gerakan operculum pada ikan
menjadi sangat cepat. Begitu pula sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar