KULEPAS
KAU DENGAN SENYUMAN
Kisah
Nyata Dari Ukhty Astriana
31 Oktober 2010
Assalamu’
alaikum warahmatullahi Wabarakatu
Kukenal dia ketika aku semester awal
S1 di fakultas Farmasi pada salah satu Universitas swasta terbesar di Makassar.
Nisa(nama samara) itulah namanya, kesan pertama yang kudapatkan tentangnya.
Subhanallah Allah menganugrahkan keelokkan padanya dengan mengindahkan
rupannya. Nisa gadis yang sangat cantik, kulitnya putih bersih, wajah yang
begitu sempurna dengan tai lalat dimatanya. Bola mata yang ndah dnegan panjaran
kecerdasaan yang begitu jelas. Dia juga sangat wangi, wangi yang sangat lembut,
yang sampai sekarang masih mampu ku ingat. Penampilannya sama dengan
teman-teman kuliahku, jilbab kecil tipis yang dililit atau dipeniti dengan
sangat rapi, dia sangat suka menggunakan jilbab merah dan pink, sangat cocok
dengan kulitnya yang putih.
Awalnya aku
hanya mampu mengaguminya sebagai teman yang cantik dan pintar. Namun aku tidak
tertarik mengenalnya lebih jauh. Bukannya aku minder, namun pola piker kami
yang kurasa berbeda. Selain itu aku mendengar dari beberapa temanku, kalau Nisa
anaknya sombong dan individualis. Padahal kegiatan dikampus terutama di
Laboratorium membutuhkan kerja sama dalam tiem dan kelompok. Ada pula yang
mengatakan kalau dia sok pintar dan gak mau disaigi. Hal ini yang membuatku
agak enggan mengenalnya lebih jauh. Hal lainnya karena aku seorang akhwat,
selain dunia kampus, akupun disibukkan dengan amanah dakwah dimana-mana dan
juga tarbiyah. Membuat waktuku betul-betul terkuras, sehingga kawan yang ku kenalpun
hanya mereka yang juga bergelut didunia dakwah yaitu para akhwat-akhwat.
Namun aku
kemudian merasa ada yang kurang dengan keseharianku, aku merasa dakwah fardiyah
pada teman-teman yang pada dasarnya ku temui tiap hari sangatlah kurang. Padahal
setiap harinya aku mengisi liqo dan membuat ta’lim dengan menghadirkan
orang-orang yang tak kukenal. Lalu bagaiman mungkin teman-teman bahkan
sahabatku dikampus tak tersentuh dengan dakwahku. Maka kumulai melirik mereka,
membuat kajian jum’at dikampus dan akupun bergabung di BEM fakultasku.
Ada yang
menarik dalam tiap kajian jumat yang aku adakan. Yah, aku selalu menemukan
sosok Nisa di sana. Bahwan terkadang dia datang lebih dulu dari teman-teman
yang lain yang notabennya akhwat. Satu hal yang ku ingat darinya, dia selalu
sholat tepat waktu. Terkadang aku malu, ketika di lab aku kadang begitu
antusias melakukan praktikum, sehingga kadang aku mengabaikan azan dzuhur ata
azhar, maka Nisa pasti selalu menghampiriku dan membisikkan padaku kalau telah
adzan lalu mengajakku ke mesjid atau ruang shalat di Lab, dan meemintaku untuk
meletakkan gelas kimia atau pereaksi kimia dari tanganku itu. Nisa, semakin
membuatku penasaran
Aku semakin
tertarik mengenalnya lebih dekat, Alhamdulillah Allah memberikanku kesempatan
mengenalnya lebih jauh. Pada suatu semester baru, aku ditempatkan satu kelompok
dengan Nisa. Kelompok praktikum untuk matakuliah yang sangat susah dan
membutuhkan banyak wkatu dalam menyelesaikan laporan dan tugas. Akhirnya kami
memutuskan untuk mengerjakan tiap hari tugas itu di rumahnya. Nisa gadis yang
sangat bersih, rapid an teratur. aku malu jika membandingkan kamarku dengan
kamarnya,hehehe……. Aku berantakkan, dan seenanya meletakkan barang , tapi Nisa
dia bahkan melipat tiap kantong plastic dirumahnya dan menyimpannya pada kardus
kecil, sangat rapi.
Nisa
mempunyai seorang kakak laki-laki, itu aku tahu ketika melihat foto keluarga
pada bingkai kecil kamarnya. Nisa tinggal berdua dirumah itu dengan kakaknya,
sedangkan orangtuanya tinggal dikampung. Namun ketika ku tanyakan tentang
kakaknya, dia terlihat murung, dia Cuma mengatakan kalau kakaknya tidak begitu
dekat dengannya. Akupun tak mau terlalu mendesaknya untuk bercerita, aku tak
mau membuatnya tak nyaman. Namun aku cukup terkejut ketika tak sengaja aku
melihat belasan botol obat didalam lemarinya, ketika kutanyakan, dia Cuma tersenyum
dan mengatakan hanya vitamin biasa.
Aku dan Nisa
semakin akrab sejak semester itu, sejak itu tak jarang dia curhat padaku. Tentang
semuanya, tentang teman-temannya yang menganggapnya sombong, tentang
keluarganya, tentang pacar-pacarnya, aku termasuk akhwat yang tak suka
mendoktrin teman-temanku tentang larangan pacaran, kubiarkan mereka bercerita
padaku tentang itu, lalu aku mengikuti tiap perkembangan hubungan mereka,
sehingga akupun mendapatkan kepercayaan mereka, barulah etika mereka mulai
bermasalah dengan pacarnya atau mempertanyakannya pendapatku tentang pacaran,
baru aku enyelipkan nasehat-nasehat tentang itu, sehingga obrolan yang pada
dasarnya nasehat itu lebih berkesan diskusi atau curhat buat mereka dan aku tak
sok menggurui, dan tak sedikit akhirnya temanku memutuskan pacarnya dengan trik
seperti ini,hehehehe. (Tapi ini rahasiah nah).
Hingga seuatu
har pada awal semester baru lagi, aku dan Nisa sepakat untuk memprogram mata
kuliah yang semester lalu belum kami ambil, jadinya kami berdua harus kuliah
dengan junior. Kuliahpun kami pilih hari sabtu
pagi sebelum kuliah bahasa arab, hari yang bebas praktikum untuk kelas
kami. Nisa punya kebiasaan untuk janjian denganku pada malam sabtunya lewat
sms, dia akan menanyakan apakah aku akan ikut kuliah besok ? jika tidak, diapun
malas untuk datang…. Hemm kebiasaan buruk, tapi wajar, mana ada yang betah
kuliah dengan junior.
Suatu pagi
dihari sabtu, selepas kami kuliah, sambil menunggu dosen dan teman0teman yang
belum datang kuliah berikutnya yaitu bahasa arab, aku duduk berdua dengan Nisa
di depan kelas. Ruang kuliah sangat sepi, hanya ada aku dan Nisa yang datang
cepat karena ada kuliah pagi. Waktu itu langit sangat mendung, bahkan gelap,
pertanda hujan deras akan segera mengguyurkota Makassar siang itu. Ada yang
berbeda dengan Nisa ynag biasnya ceria, pagi itudia diam dan sedikit murung,
matanya sembab sangat jekas dia baru saja menangis. Aku lalu bertanya padanya
ada apa ?
Dia hanya
diam dan menggeleng akupun mendesaknya untuk bercerita. Hingga akhirnya dia
lalu menyingkap roknya dan memperlihatkan betisnya. Allah, aku terkejut, begitu
banyak memar dibetisny, lalu dia memperlihatkan lengannya, kulit putihnya kini
berhiskan lebam-lebam biru kehijauan. Ada apa denganmu teman ?
Dia lalu
bercerit, kalau sejak kecil dia menderita Epilepsi (ayan), jika penyakitnya
kumat, kepalanya seakan dialiri jutaan watt listrik, begitu sakit sehingga jika
dia tak tahan sakitnya, diapun kejang-kejang tak sadarkan diri, di baru saja
tadi pagi kambuh dikamar mandi ketika sedang mncuci, beruntung kakaknya masih
dirumah, sehingga dia segera tertolong. Semua badannya lebam dan memar karena
terbentur tembok dan barang-barang saat kejang-kejang. Dia bercerita sambil
menangis, dia harus menelan puluhan tablet penenang tiap harinya, yang jika
terlambat sedikit saja dia konsumsi, akan membuat penyakit epilepsinya kambuh. Selain
itu, tekanan dan kecapaian pun dapat menyebabkannya kumat. Dia malu jiak
penayakitnya kambuh ditengah banyak orang, bagaiman jika auratnya terbuka
ketika dia tak sadarkan diri ketika kejang, itu telah sering terjadi. Dia lelah,
kadang dia mempertayakan kepada Allah, kenapa mesti dia yang mengalaminya, dia
punya banyak cita-cita, ingin mempunyai apotek, ingin bekerja di POM, dia ingin
segera menikah dan memiliki anak.
Namun ketika
ia menyadari epilepsy yang dideritanya dapat merenggut nyawanya kapan saja, dia
lalu menangis dan sangat sedih. Lalu kembali pertanyaan itu hadir, kenapa harus
dia? Kenapa bukan orang-orang yang selama
hidupnya hanya berbuat sia-sia dengan maksiat ? kenapa bukan orang yang
tak menghargai hidupnya selalu ingin bunuh diri hanya dengan masalah picisan ?
aku ingin lebih baik, masih banyak hal yang ingin aku capai. Dia mengatakan
padaku satu hal yang tak akan pernah kulupakan. “Aztri, kamu tahu? Kenapa selama
ini begitu masuk adzan, aku akan bergegas sholat, karena aku takut, jika aku
menunda shalatku, lalu kemudian Allah membuat penyakitku kumat, dan lalu aku
mati sebelu menunaikan shalat. Penyakitku bisa kambuh kapan saja, itu berarti
aku dapat di ambil-Nya kapan saja” katanya dengan isak tangis. Sungguh,
pemikiran yang sederhana, namun mampu menghempaskanku ke titik nol. Aku yang
begitu paham makna takdir dan ajal, namun tak pernah memikirkan dengan begitu
nyata. Aku kadang berpikir ajalku masih sangat jauh, bahkan kadang tanpa aku
sadari aku merasa hanya orang lain yang akan mengalami kematian. Bukan,
bukannya aku tak percaya ajal, tapi ada kalanya kita begitu tenggelam dengan
dunia sehingga kemudian melupakan tamu yang dapat datang kapan saja itu…… ajal …..
kematian
Lalu Nisa pun mengatakan padaku, “Aztri, aku
takut mati, aku takut tak mampu mempertanggung jawabkan perbuatanku selama
hidup ini. Apa yang harus kukatakan pada Allah nanti. Aku mau mati dalam
keadaan terbaikku. Tapi bagaimana jika penyakitku kambuh di kamar mandi,
seperti tadi pagi? Aku tak mau mati dikamar mandi, tempat yang kotor, bagaimna
jika aku dalam keadaan aurat terbuka, aku malu menemui Allah dengan keadaan
seperti itu. bagaimana jika Allah mengambilku keyka aku diserang dan aku tak
mampu menyebut nama-Nya karena dalam keadaan tak sadar ? aku tak mampu menahan
air mataku, akupun ikut menangis. Baru kali ini aku merasa kematian begitu dekatnya.
Tanpa sadar dalam hati aku berdoa “ Ya Rabb, penguasa Alam Semesta, berilah
akhir yang baik pada kami…..
Sejak saat
itu aku semakin dekat dengan Nisa, diapun mulai mengikuti tarbiyah, dia mulai
memanjangan jilbabnya, yang tadinya dililit, kini dia mulai menutupkan dadanya.
Kemana-mana aku bersamanya. Teman-teman heran melihatnya. Bagaimana mungkin aku
bisa tiba-tiba akrab dengannya.
Pada suatu
sabtu pagi, aku ke kampus seperti biasa, hari ini ada kuliah dengan Nisa, namun
yang aku herankan. Sejak tadi malam aku menunggu sms Nisa, tapi tak ada
satupun, aku meng smsnya apa dia mau
kuliah atau tidak, namun smsku pun tak dibalas sejak subuh. Aku piker mungkin
pulsanya habis. Sesampaiku dikampus, aku baru tahu kalau sabtu itu ada wisuda,
jadi semua kegiatan perkuliahan di tiadakan. Aku mencari Nisa kemana-mana, dari
kelas ke kelas, ku Tanya pada teman-teman apa ada yang melihatnya. Namun ta
satupun yang melihatnya pagi itu. ku lalu berpikir mungkin dia tahu hari ini
kuliah diliburkan maka dia tak datang kekampus. Aku pulang tan memikirkannya
lagi.
Namunpada pukul 10 malam. Tepatnya malam
minggu, ketika aku sedang berkumpul denga keluargaku, tiba-tiba telpon pun bordering,
aku mengangkatnya tanpa prasangka apa-apa. Namun ternyata yang menelpon adalah
teman kuliahku, dia memberitakan berita yang seketika mampu melemaskan semua
persendianku. Nisa meninggal dunia, entah jam berapa, namun mayatnya baru
ditemukan tadi jam 09.00 malam dalam keadaan kaku dan membiru, tertelungkup di
kamarnya. Seolah aku tak berpijak dibumi, langit diatasku seolah runtuh.
Selanjutnya aku
langsung menuju kerumahnya kutahan air mataku seolah ini hanya berita bohong,
aku masih berharap menemukan Nisa dirumahnya dan menyambutku di depan pintu
dengan senyuman seperti biasa. Namun sesampaiku di sana, lorong kerumahnya
telah penuh dengan kerumunan warga setempat, raugan serine ambulance sejak tadi
terdengar. Ku singkap kerumunan. Orangorang yang mengenalku dekat dengan Nisa
segera memberiku jalan, bergegas ku ke ambulancenya, dan kutemukan sosok yang
sangat ku syangi, sahabatku Nisa dalam balutan selimut, tubuhnya kaku dengan
posisi tak biasa, wajahnya telah membiru dan bengkak. Allah, apa yang dia
khawatirkan terjadi. Nisa sahabatku, ada apa denganmu ? kenapa jadi begini?
Badanku tiba-tiba
limbung di depan pintu ambulance, sebuah tangan menangkapku sambil membisikkan
istigfar ke teligaku, ternyata dia salah satu akhwat temanku dikampus. Dibimbingnya
aku ke kamar Nisa, ku dapati kamarnya berantakan tak rapi seperti biasa, kertas
berhamburan dimana-mana, obat-obatnya berserahkan dimana-mana. Salah seorang
temanku menceritakan padaku. Nisa baru ditemukan kakaknya tadi ketika dia
pulang pukul 09.00 malam, tak ada yang tahu pukul berapa Nisa meninggal namun
jika melihat kondisi kamarnya, dimana lampu yang masih menyala dan tirai yang
masih tertutup, kemungkinan dia meninggal kemarin malam, hari itu dia sendiri
di rumah, tak ada yang menemaninya. Barulah ketika kakaknya pulang pukul 09.00
malam dia menelpon dan Hpnya berbunyi di kamarnya tapi Nisa tak mengangkatnya. Dan
di temukan Nisa telah kaku dan biru.
Allah
bagaimana mungkin secepat ini, sempatkan
ia menyebut nama-Mu ? betapa sakitnya sakaratul maut yang ia rasakan,
dan dia menghadapinya sendiri, Rabb adakah nama-Mu dia ucapkan? Baru saja
kurasa mengenalnya, baru saja dia mengatakan ingin mengenal islam lebih jauh,
baru kemarin ku rasa dia mengatakan ingin menggunakan jilbab lebar sepertiku. Masih
dapat ku ingat dengan jelas ketika aku bermain kerumahnya, dia meminta aku
meminjamkan jilbab hitam lebar yang aku gunakan saat itu sebentar saja. Dia memakainya
berdiri di depan cermin dengan senyuman yang snagat manis, Nisa begitu cantik
dengan jilbab lebar yang aku pinjamkan padanya. Lalu dia memperagakan wajah
malu-malu katanya jika ada ikhwan yang mengkhitbahnya, dia akan mengangguk malu
seperti ini. Aku tertawa terpingkal-pingkal saat itu, namun sekarang ketika
mengingatnya malah yang kurasakan perih yang amat sangat, disini, di hatiku…
Teman membisikakan
kalau ambulan yang mengantar jenazah menuju ke kampung halamannya akan segera
berangkat. Nisa akan dikebumikan di kampungnya, kami pun berkumpul di sekitar
ambulans mengantar kepergian Nisa. Melihat untuk yang terakhir kalinya, serine
segera menggelegar, memecahkan keheningan malam saat itu, ambulans yang berisi
jasad Nisa telah pergi, Nisa tak ada lagi, namun disini di hati ini dia tetap
ada, semangat hidupnya menjadi kekuatanku, Nisa sahabatku yang cantik, selamat
jalan. Sampaikan salamku pada Rabb kita, aku yakin niatmu yang btulus telah
terukir dengan indah dibuku amalanmu. Tersenyumlan kawan, kau begitu cantik
dengan senyumanmu. Tunggu aku, akupun pasti akan menyusulmu, disana di
Jannah-Nya. Pergilah…..
Ku lepas kau
dengan iklas dengan senyuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar