Minggu, 27 April 2014

KULEPAS KAU DENGAN SENYUMAN


KULEPAS KAU DENGAN SENYUMAN
Kisah Nyata Dari Ukhty Astriana
31 Oktober 2010
Assalamu’ alaikum warahmatullahi Wabarakatu
          Kukenal dia ketika aku semester awal S1 di fakultas Farmasi pada salah satu Universitas swasta terbesar di Makassar. Nisa(nama samara) itulah namanya, kesan pertama yang kudapatkan tentangnya. Subhanallah Allah menganugrahkan keelokkan padanya dengan mengindahkan rupannya. Nisa gadis yang sangat cantik, kulitnya putih bersih, wajah yang begitu sempurna dengan tai lalat dimatanya. Bola mata yang ndah dnegan panjaran kecerdasaan yang begitu jelas. Dia juga sangat wangi, wangi yang sangat lembut, yang sampai sekarang masih mampu ku ingat. Penampilannya sama dengan teman-teman kuliahku, jilbab kecil tipis yang dililit atau dipeniti dengan sangat rapi, dia sangat suka menggunakan jilbab merah dan pink, sangat cocok dengan kulitnya yang putih.

Awalnya aku hanya mampu mengaguminya sebagai teman yang cantik dan pintar. Namun aku tidak tertarik mengenalnya lebih jauh. Bukannya aku minder, namun pola piker kami yang kurasa berbeda. Selain itu aku mendengar dari beberapa temanku, kalau Nisa anaknya sombong dan individualis. Padahal kegiatan dikampus terutama di Laboratorium membutuhkan kerja sama dalam tiem dan kelompok. Ada pula yang mengatakan kalau dia sok pintar dan gak mau disaigi. Hal ini yang membuatku agak enggan mengenalnya lebih jauh. Hal lainnya karena aku seorang akhwat, selain dunia kampus, akupun disibukkan dengan amanah dakwah dimana-mana dan juga tarbiyah. Membuat waktuku betul-betul terkuras, sehingga kawan yang ku kenalpun hanya mereka yang juga bergelut didunia dakwah yaitu para akhwat-akhwat.

Namun aku kemudian merasa ada yang kurang dengan keseharianku, aku merasa dakwah fardiyah pada teman-teman yang pada dasarnya ku temui tiap hari sangatlah kurang. Padahal setiap harinya aku mengisi liqo dan membuat ta’lim dengan menghadirkan orang-orang yang tak kukenal. Lalu bagaiman mungkin teman-teman bahkan sahabatku dikampus tak tersentuh dengan dakwahku. Maka kumulai melirik mereka, membuat kajian jum’at dikampus dan akupun bergabung di BEM fakultasku.

Ada yang menarik dalam tiap kajian jumat yang aku adakan. Yah, aku selalu menemukan sosok Nisa di sana. Bahwan terkadang dia datang lebih dulu dari teman-teman yang lain yang notabennya akhwat. Satu hal yang ku ingat darinya, dia selalu sholat tepat waktu. Terkadang aku malu, ketika di lab aku kadang begitu antusias melakukan praktikum, sehingga kadang aku mengabaikan azan dzuhur ata azhar, maka Nisa pasti selalu menghampiriku dan membisikkan padaku kalau telah adzan lalu mengajakku ke mesjid atau ruang shalat di Lab, dan meemintaku untuk meletakkan gelas kimia atau pereaksi kimia dari tanganku itu. Nisa, semakin membuatku penasaran

Aku semakin tertarik mengenalnya lebih dekat, Alhamdulillah Allah memberikanku kesempatan mengenalnya lebih jauh. Pada suatu semester baru, aku ditempatkan satu kelompok dengan Nisa. Kelompok praktikum untuk matakuliah yang sangat susah dan membutuhkan banyak wkatu dalam menyelesaikan laporan dan tugas. Akhirnya kami memutuskan untuk mengerjakan tiap hari tugas itu di rumahnya. Nisa gadis yang sangat bersih, rapid an teratur. aku malu jika membandingkan kamarku dengan kamarnya,hehehe……. Aku berantakkan, dan seenanya meletakkan barang , tapi Nisa dia bahkan melipat tiap kantong plastic dirumahnya dan menyimpannya pada kardus kecil, sangat rapi.

Nisa mempunyai seorang kakak laki-laki, itu aku tahu ketika melihat foto keluarga pada bingkai kecil kamarnya. Nisa tinggal berdua dirumah itu dengan kakaknya, sedangkan orangtuanya tinggal dikampung. Namun ketika ku tanyakan tentang kakaknya, dia terlihat murung, dia Cuma mengatakan kalau kakaknya tidak begitu dekat dengannya. Akupun tak mau terlalu mendesaknya untuk bercerita, aku tak mau membuatnya tak nyaman. Namun aku cukup terkejut ketika tak sengaja aku melihat belasan botol obat didalam lemarinya, ketika kutanyakan, dia Cuma tersenyum dan mengatakan hanya vitamin biasa.

Aku dan Nisa semakin akrab sejak semester itu, sejak itu tak jarang dia curhat padaku. Tentang semuanya, tentang teman-temannya yang menganggapnya sombong, tentang keluarganya, tentang pacar-pacarnya, aku termasuk akhwat yang tak suka mendoktrin teman-temanku tentang larangan pacaran, kubiarkan mereka bercerita padaku tentang itu, lalu aku mengikuti tiap perkembangan hubungan mereka, sehingga akupun mendapatkan kepercayaan mereka, barulah etika mereka mulai bermasalah dengan pacarnya atau mempertanyakannya pendapatku tentang pacaran, baru aku enyelipkan nasehat-nasehat tentang itu, sehingga obrolan yang pada dasarnya nasehat itu lebih berkesan diskusi atau curhat buat mereka dan aku tak sok menggurui, dan tak sedikit akhirnya temanku memutuskan pacarnya dengan trik seperti ini,hehehehe. (Tapi ini rahasiah nah).

Hingga seuatu har pada awal semester baru lagi, aku dan Nisa sepakat untuk memprogram mata kuliah yang semester lalu belum kami ambil, jadinya kami berdua harus kuliah dengan junior. Kuliahpun kami pilih hari sabtu  pagi sebelum kuliah bahasa arab, hari yang bebas praktikum untuk kelas kami. Nisa punya kebiasaan untuk janjian denganku pada malam sabtunya lewat sms, dia akan menanyakan apakah aku akan ikut kuliah besok ? jika tidak, diapun malas untuk datang…. Hemm kebiasaan buruk, tapi wajar, mana ada yang betah kuliah dengan junior.

Suatu pagi dihari sabtu, selepas kami kuliah, sambil menunggu dosen dan teman0teman yang belum datang kuliah berikutnya yaitu bahasa arab, aku duduk berdua dengan Nisa di depan kelas. Ruang kuliah sangat sepi, hanya ada aku dan Nisa yang datang cepat karena ada kuliah pagi. Waktu itu langit sangat mendung, bahkan gelap, pertanda hujan deras akan segera mengguyurkota Makassar siang itu. Ada yang berbeda dengan Nisa ynag biasnya ceria, pagi itudia diam dan sedikit murung, matanya sembab sangat jekas dia baru saja menangis. Aku lalu bertanya padanya ada apa ?

Dia hanya diam dan menggeleng akupun mendesaknya untuk bercerita. Hingga akhirnya dia lalu menyingkap roknya dan memperlihatkan betisnya. Allah, aku terkejut, begitu banyak memar dibetisny, lalu dia memperlihatkan lengannya, kulit putihnya kini berhiskan lebam-lebam biru kehijauan. Ada apa denganmu teman ?

Dia lalu bercerit, kalau sejak kecil dia menderita Epilepsi (ayan), jika penyakitnya kumat, kepalanya seakan dialiri jutaan watt listrik, begitu sakit sehingga jika dia tak tahan sakitnya, diapun kejang-kejang tak sadarkan diri, di baru saja tadi pagi kambuh dikamar mandi ketika sedang mncuci, beruntung kakaknya masih dirumah, sehingga dia segera tertolong. Semua badannya lebam dan memar karena terbentur tembok dan barang-barang saat kejang-kejang. Dia bercerita sambil menangis, dia harus menelan puluhan tablet penenang tiap harinya, yang jika terlambat sedikit saja dia konsumsi, akan membuat penyakit epilepsinya kambuh. Selain itu, tekanan dan kecapaian pun dapat menyebabkannya kumat. Dia malu jiak penayakitnya kambuh ditengah banyak orang, bagaiman jika auratnya terbuka ketika dia tak sadarkan diri ketika kejang, itu telah sering terjadi. Dia lelah, kadang dia mempertayakan kepada Allah, kenapa mesti dia yang mengalaminya, dia punya banyak cita-cita, ingin mempunyai apotek, ingin bekerja di POM, dia ingin segera menikah dan memiliki anak.

Namun ketika ia menyadari epilepsy yang dideritanya dapat merenggut nyawanya kapan saja, dia lalu menangis dan sangat sedih. Lalu kembali pertanyaan itu hadir, kenapa harus dia? Kenapa bukan orang-orang yang selama  hidupnya hanya berbuat sia-sia dengan maksiat ? kenapa bukan orang yang tak menghargai hidupnya selalu ingin bunuh diri hanya dengan masalah picisan ? aku ingin lebih baik, masih banyak hal yang ingin aku capai. Dia mengatakan padaku satu hal yang tak akan pernah kulupakan. “Aztri, kamu tahu? Kenapa selama ini begitu masuk adzan, aku akan bergegas sholat, karena aku takut, jika aku menunda shalatku, lalu kemudian Allah membuat penyakitku kumat, dan lalu aku mati sebelu menunaikan shalat. Penyakitku bisa kambuh kapan saja, itu berarti aku dapat di ambil-Nya kapan saja” katanya dengan isak tangis. Sungguh, pemikiran yang sederhana, namun mampu menghempaskanku ke titik nol. Aku yang begitu paham makna takdir dan ajal, namun tak pernah memikirkan dengan begitu nyata. Aku kadang berpikir ajalku masih sangat jauh, bahkan kadang tanpa aku sadari aku merasa hanya orang lain yang akan mengalami kematian. Bukan, bukannya aku tak percaya ajal, tapi ada kalanya kita begitu tenggelam dengan dunia sehingga kemudian melupakan tamu yang dapat datang kapan saja itu…… ajal ….. kematian

 Lalu Nisa pun mengatakan padaku, “Aztri, aku takut mati, aku takut tak mampu mempertanggung jawabkan perbuatanku selama hidup ini. Apa yang harus kukatakan pada Allah nanti. Aku mau mati dalam keadaan terbaikku. Tapi bagaimana jika penyakitku kambuh di kamar mandi, seperti tadi pagi? Aku tak mau mati dikamar mandi, tempat yang kotor, bagaimna jika aku dalam keadaan aurat terbuka, aku malu menemui Allah dengan keadaan seperti itu. bagaimana jika Allah mengambilku keyka aku diserang dan aku tak mampu menyebut nama-Nya karena dalam keadaan tak sadar ? aku tak mampu menahan air mataku, akupun ikut menangis. Baru kali ini aku merasa kematian begitu dekatnya. Tanpa sadar dalam hati aku berdoa “ Ya Rabb, penguasa Alam Semesta, berilah akhir yang baik pada kami…..

Sejak saat itu aku semakin dekat dengan Nisa, diapun mulai mengikuti tarbiyah, dia mulai memanjangan jilbabnya, yang tadinya dililit, kini dia mulai menutupkan dadanya. Kemana-mana aku bersamanya. Teman-teman heran melihatnya. Bagaimana mungkin aku bisa tiba-tiba akrab dengannya.

Pada suatu sabtu pagi, aku ke kampus seperti biasa, hari ini ada kuliah dengan Nisa, namun yang aku herankan. Sejak tadi malam aku menunggu sms Nisa, tapi tak ada satupun, aku meng smsnya apa dia  mau kuliah atau tidak, namun smsku pun tak dibalas sejak subuh. Aku piker mungkin pulsanya habis. Sesampaiku dikampus, aku baru tahu kalau sabtu itu ada wisuda, jadi semua kegiatan perkuliahan di tiadakan. Aku mencari Nisa kemana-mana, dari kelas ke kelas, ku Tanya pada teman-teman apa ada yang melihatnya. Namun ta satupun yang melihatnya pagi itu. ku lalu berpikir mungkin dia tahu hari ini kuliah diliburkan maka dia tak datang kekampus. Aku pulang tan memikirkannya lagi.

 Namunpada pukul 10 malam. Tepatnya malam minggu, ketika aku sedang berkumpul denga keluargaku, tiba-tiba telpon pun bordering, aku mengangkatnya tanpa prasangka apa-apa. Namun ternyata yang menelpon adalah teman kuliahku, dia memberitakan berita yang seketika mampu melemaskan semua persendianku. Nisa meninggal dunia, entah jam berapa, namun mayatnya baru ditemukan tadi jam 09.00 malam dalam keadaan kaku dan membiru, tertelungkup di kamarnya. Seolah aku tak berpijak dibumi, langit diatasku seolah runtuh.

Selanjutnya aku langsung menuju kerumahnya kutahan air mataku seolah ini hanya berita bohong, aku masih berharap menemukan Nisa dirumahnya dan menyambutku di depan pintu dengan senyuman seperti biasa. Namun sesampaiku di sana, lorong kerumahnya telah penuh dengan kerumunan warga setempat, raugan serine ambulance sejak tadi terdengar. Ku singkap kerumunan. Orangorang yang mengenalku dekat dengan Nisa segera memberiku jalan, bergegas ku ke ambulancenya, dan kutemukan sosok yang sangat ku syangi, sahabatku Nisa dalam balutan selimut, tubuhnya kaku dengan posisi tak biasa, wajahnya telah membiru dan bengkak. Allah, apa yang dia khawatirkan terjadi. Nisa sahabatku, ada apa denganmu ? kenapa jadi begini?

Badanku tiba-tiba limbung di depan pintu ambulance, sebuah tangan menangkapku sambil membisikkan istigfar ke teligaku, ternyata dia salah satu akhwat temanku dikampus. Dibimbingnya aku ke kamar Nisa, ku dapati kamarnya berantakan tak rapi seperti biasa, kertas berhamburan dimana-mana, obat-obatnya berserahkan dimana-mana. Salah seorang temanku menceritakan padaku. Nisa baru ditemukan kakaknya tadi ketika dia pulang pukul 09.00 malam, tak ada yang tahu pukul berapa Nisa meninggal namun jika melihat kondisi kamarnya, dimana lampu yang masih menyala dan tirai yang masih tertutup, kemungkinan dia meninggal kemarin malam, hari itu dia sendiri di rumah, tak ada yang menemaninya. Barulah ketika kakaknya pulang pukul 09.00 malam dia menelpon dan Hpnya berbunyi di kamarnya tapi Nisa tak mengangkatnya. Dan di temukan Nisa telah kaku dan biru.

Allah bagaimana mungkin secepat ini, sempatkan  ia menyebut nama-Mu ? betapa sakitnya sakaratul maut yang ia rasakan, dan dia menghadapinya sendiri, Rabb adakah nama-Mu dia ucapkan? Baru saja kurasa mengenalnya, baru saja dia mengatakan ingin mengenal islam lebih jauh, baru kemarin ku rasa dia mengatakan ingin menggunakan jilbab lebar sepertiku. Masih dapat ku ingat dengan jelas ketika aku bermain kerumahnya, dia meminta aku meminjamkan jilbab hitam lebar yang aku gunakan saat itu sebentar saja. Dia memakainya berdiri di depan cermin dengan senyuman yang snagat manis, Nisa begitu cantik dengan jilbab lebar yang aku pinjamkan padanya. Lalu dia memperagakan wajah malu-malu katanya jika ada ikhwan yang mengkhitbahnya, dia akan mengangguk malu seperti ini. Aku tertawa terpingkal-pingkal saat itu, namun sekarang ketika mengingatnya malah yang kurasakan perih yang amat sangat, disini, di hatiku…

Teman membisikakan kalau ambulan yang mengantar jenazah menuju ke kampung halamannya akan segera berangkat. Nisa akan dikebumikan di kampungnya, kami pun berkumpul di sekitar ambulans mengantar kepergian Nisa. Melihat untuk yang terakhir kalinya, serine segera menggelegar, memecahkan keheningan malam saat itu, ambulans yang berisi jasad Nisa telah pergi, Nisa tak ada lagi, namun disini di hati ini dia tetap ada, semangat hidupnya menjadi kekuatanku, Nisa sahabatku yang cantik, selamat jalan. Sampaikan salamku pada Rabb kita, aku yakin niatmu yang btulus telah terukir dengan indah dibuku amalanmu. Tersenyumlan kawan, kau begitu cantik dengan senyumanmu. Tunggu aku, akupun pasti akan menyusulmu, disana di Jannah-Nya. Pergilah…..
Ku lepas kau dengan iklas dengan senyuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar